Sejarah perjumpaan kristen dan islam di indonesia pdf




















Perjumpaan yang keras di antara agama-agama jelas bukan hanya unik di antara Kristen dan Islam, tetapi juga di kalangan agama-agama lain non-Abrahamik. Penting ditegaskan, perjumpaan yang keras itu, khususnya antara Kristen dan Islam, baik di Eropa, di Timur Tengah maupun di Indonesia, jelas bukan hal baru sama sekali; perjumpaan keras sudah berlangsung selama berabad-abad.

Perjumpaan keras pada masa kontemporer di antara agama-agama, hemat saya, sudah bermula sejak an. Gerakan ini bukan hanya agresif dalam hubungan intra-Kristen Protestan sendiri, tetapi juga keluar dalam hubungan dengan agama-agama lain. Kasus paling fenomenal agaknya adalah aksi Timothy McVeigh yang atas nama suatu agama Kristen telah meletakkan bom yang menghancurkan Federal Building di Oklahoma City dan menewaskan orang pada Juergensmeyer ; Selengut Peristiwa terakhir ini, telah dijadikan banyak kalangan sebagai salah satu titik puncak dari gejala perjumpaan keras atas nama suatu agama, dalam hal ini Islam Esposito ; Stern Di Indonesia, seperti diungkapkan di bagian-bagian akhir karya Aritonang, perjumpaan secara keras itu juga seolah-olah menemukan momentumnya dengan kemunculan kelompok-kelompok seperti Lasykar Jihad, Front Pembela Islam, dan lain-lain.

Penyebab perjumpaan keras itu jelas sangat kompleks. Tetapi salah satu penyebab pokoknya berkaitan dengan kehidupan politik dan kekuasaan. Pencarian otentisitas keagamaan secara sangat bersemangat pada gilirannya cenderung berujung pada meningkatnya perjumpaan secara keras di antara agama-agama. Penjelasan-penjelasan tentang peningkatan perjumpaan agama-agama secara keras akibat faktor-faktor di atas, sedikit banyak membantu kita memahami gejala radikalisme atas nama agama.

Tetapi, penjelasan seperti itu dipandang banyak ahli seperti Juergensmeyer, Stern, dan Kimball sebagai penjelasan yang tidak memadai lagi. Mereka menyarankan, baik secara implisit maupun eksplisit, bahwa masalahnya sebagiannya juga terletak pada doktrin-doktrin tertentu agama itu sendiri.

Tetapi penting juga diingat, agama bukanlah entitas abstrak, yang secara bebas mengambang free-floating begitu saja. Agama hidup sebagai suatu tradisi yang dipeluk dan menjadi hidup di tangan masyarakat manusia.

Agama yang kemudian menjadi tradisi memengaruhi perjalanan manusia; sebaliknya manusia juga memengaruhi agama. Karena itulah ajaran-ajaran dan struktur-struktur agama tertentu dapat digunakan siapa saja untuk kepentingannya sendiri, hampir sama dengan pistol atau senjata apa saja yang dapat digunakan untuk menghabisi riwayat orang lain.

Karena itu, seperti dikutip pada epigraf tulisan pengantar ini, Kimball mengajukan pertanyaan; Apakah agama merupakan masalah? Jawabannya bisa tidak dan bisa ya.

Jawaban seperti ini bergantung pada bagaimana seseorang memahami watak dan ajaran agama, kemudian mewujudkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Pada jantung orientasi dan pencarian rohani, manusia menemukan makna dan harapan dalam agama. Yang menjadi dhimmi pada saat itu adalah; umat dari gereja Koptik, Ortodoks, Nestorian, dan juga umat Yahudi. Orang-orang Kristen akhirnya terlepas dari undang-undang negara khalifat dan memiliki hukum undang-undang tersendiri.

Pada saat itu uskup atau katolikos menjadi kepala dan pengontrol bagi orang-orang Kristen tersebut. Atas kebijakan tersebut pemimpin gereja memiliki pekerjaan rangkap yaitu sebagai hakim, pemungut pajak, dan gubernur.

Meskipun sudah diberlakukannya kebijakan tersebut, umat Kristen masih tetap diasingkan sebagai golongan yang tidak berkepentingan banyak dalam negara Islam. Katolikos menjadi tunduk pada pemerintah dikarenakan lebih mementingkan keamanan daripada harus mengabarkan Injil. Memasuki tahun , dalam sistem pemerintahan dinasti Abbasiah [10] , Islam mulai terlihat menganut agamanya dengan lebih agresif. Pada saat itu gedung-gedung gereja banyak yang dihancurkan dan peraturan-peraturan anti-Kristen mulai diberlakukan.

Tidak hanya dari pihak Islam, gereja juga mengalami tantangan dari dalam diri gereja itu sendiri terutama pada gereja Nestorian.

Dalam sebuah buku sejarah yang ditulis oleh Tomas, seorang Uskup Marga, pada abad ke-9 terjadi sebuah korupsi dalam hirearki gereja. Contohnya pada penyalahgunaan uang gereja dan sogokan untuk sebuah jabatan dalam gereja. Tidak hanya itu, terdapat juga kasus lain dimana rahib-rahib kawin secara sembunyi-sembunyi dan juga kasus dimana rahib melawan terhadap kepala biara. Meskipun banyak mendapati tantangan gereja masih tetap terlihat berkecukupan.

Tokoh Gereja di masa Kekuasaan Islam. Meskipun diketahui dalam diri gereja semasa Islam berjaya banyak mendapatkan tantangan dan hambatan, namun dapat ditemukan juga beberapa tokoh gereja yang cukup mempengaruhi kekristenan dimasa itu, seperti; Yohannes dari Damaskus [11] , ia merupakan anak dari seorang bendaharawan khalifah yang diangkat menjadi sekretaris khalifah Abd al-Malik.

Sekitar tahun ia mundur dari jabatannya dan memilih masuk ke biara di Yerusalem bernama Mar Saba. Di biara tersebut ia bekerja mengarang beberapa buku yang berpengaruh atas perkembangan teologi gereja Ortodoks Timur. Dalam karyanya ia memperingatkan kepada orang Kristen untuk tetap selalu mempertahankan imannya meskipun dibeberapa negara orang Kristen dianggap sebagai dhimmi. Ia juga menyatakan Islam sebagai ajaran sesat dari keturunan Ismael. Yohannes sendiri memfokuskan diri kepada perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam Islam dan Kristen seperti pada ajaran Kristologi dan ajaran mengenai Kristus.

Selain Yohannes dari Damaskus, terdapat lagi seorang tokoh Kristen dari gereja Nestorian. Sekitar tahun ia diundang dalam perdebatan agama oleh seorang khalifah Al-mahdi. Beberapa pertanyaan yang diberikan oleh sang khalifah antara lain yaitu mengenai siapa yang memberikan Injil kepada orang Kristen, apakah mungkin Allah dapat memperoleh anak dari seorang wanita, serta tanggapannya mengenai Muhammad.

Jawaban yang diberikan oleh Timotius atas pertanyaan sang khalifah terlihat cukup halus, seperti dalam menjawab tanggapannya mengenai Muhammad. Ia menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang yang berjalan di jalan para nabi dan mengasihi Tuhan, namun ia tidak secara gamblang menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang nabi.

Timotius diketahui berusaha sebagai pendorong perkembangan gereja. Bahkan berkat palayanannya ia sempat mentahbiskan seorang uskup di daerah Yaman yang pada masa itu telah dikuasai Islam. Empat puluh tahun Timotius memimpin menjadi puncak dalam usaha gereja Nestorian dalam mengutus para missionarisnya ke luar negeri. Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa gereja sempat berkembang sangat pesat di beberapa negara, bahkan Kristen sempat menjadi agama resmi dalam suatu negara, namun setelah masuknya Islam, kekristenan mulai terlihat semakin merosot dan bahkan diketahui hampir hilang di beberapa daerah dimasa itu.

Hal ini diakibatkan tidak lain karena tekanan-tekanan dan hambatan hebat yang diberikan Islam kepada orang-orang Kristen. Akibat dari penghambatan tersebut, pihak gereja lebih memilih bertahan daripada menyebarkan Injil. Karena adanya perlakuan yang kurang baik dari penguasa Islam kepada orang-orang Kristen yang melakukan ziarah ke Yerusalem maka Paus Urbanus menyerukan untuk melakukan perang salib.

Hasil perang salib dibidang politik dan militer sebenarnya lebih bersifat negatif dari pada positif. Perang salib ini telah membawa dampak yang panjang dalam sejarah Kristen dan Islam. Perang salib ini telah memperburuk hubungan antara orang Islam dan Kristen dalam jangka yang panjang. Kepahitan akibat perang salib begitu dalam merusak hati sehingga untuk memulihkan hubungan antara Kristen dan Islam memerlukan kesabaran dan waktu yang panjang.

Apa yang penulis bahas pada bab 3 tentang kedudukan orang Kristen di bawah kekuasaan Islam cukup menarik dan memberi masukan-masukan kepada pembaca mengenai peristiwa apa yang terjadi pada masa pemerintahan khalifat Arab. Pada masa ini daerah Kristen yang ditaklukkan oleh orang Islam diperlakukan semakin ketat dengan bebagai macam ketentuan dan pada masa ini juga kebijakan-kebijakan yang diambil Khalifat lebih mengarah kepada peng-Islaman.

Kedudukan orang-orang Kristen dibawah kekuasaan Islam mengalami kemerosotan. Hubungan antara orang Kristen dan Islam terungkap dalam 12 ketentuan yang harus ditaati secara mutlak; pelanggarannya diganjar hukuman mati.

Walaupun disatu pihak ketentuan ini memperlihatkan toleransi, di mana orang Kristen diberi kebebasan untuk tetap menyelenggarakan ibadah, tetapi tetap ada anggapan bahwa agama Kristen lebih rendah dari agama Islam, bukan itu saja dalam segala hal harus menjadi nyata bahwa orang Kristen lebih rendah tingkatannya dari orang Muslim baik dalam berpakaian, rumah dan kenderaan mereka.

Satu hal yang sangat menghambat orang Kristen adalah adanya larangan untuk penginjilan, hal ini telah merongrong hakekat gereja, karena bagi orang Kristen mustahil untuk tidak menginjili, larangan ini sangat merugikan pihak Kristen, demikian juga dengan gereja kehilangan suatu rangsangan rohani yang vital dan daya tahannya diperlemah.

Dalam pemerintahan kalifat Al-Hakim orang-orang Kristen semakin tidak berdaya, gereja banyak dibongkar, dan puluhan ribu orang Kristen dipaksa masuk Islam. Dapat dikatakan bahwa selama masa periode Kalifat ada periode-periode yang ketat, namun ada juga periode-periode yang penuh dengan toleransi. Dalam hal ini penulis buku ini berpendapat bahwa orang-orang Kristen dibawah pemerintahan Kalifah-Kalifah sudah lumayan.

Saya tidak sependapat dengan penulis, alasannya dengan perlakuan dan pembatasan dalam segala kehidupan, dengan perlakuan sebagai warga negara kelas dua, gereja harus menyesuaikan diri terhadap pandangan Islam. Hal ini bukan suatu yang lumayan tetapi suatu kemunduran dan perlakuan tidak adil bagi orang-orang Kristen. Jika dikatakan ada toleransi, tetapi toleransi tersebut tetaplah ada ketentuan-ketentuan yang mengikat, jadi toleransi yang tidak memberi kebebasan penuh. Demikian juga halnya dengan kedudukan orang-orang Islam di bawah kekuasaan Kristen dapat dikatakan tidak terlalu ditekan dan cukup toleran, walaupun harus diakui dibeberapa tempat juga ada persyaratan-persyaratan yang orang Islam harus ikuti dan bahkan ada pemaksaan untuk masuk ke agama Kristen.

Ke-Kristenan cukup toleran karena misi utama mereka bukan untuk menaklukan suatu daerah ke dalam kekristenan, tetapi misi mereka berkaitan dengan alasan ekonomi.

Jadi tidak heran pada zaman Kolonial misi-misi Kristen sering kali menghadapi tantangan dari pemerintah kolonial itu sendiri. Walaupun bangsa-bangsa Eropa memiliki identitas Kristen, tetapi di dalamnya selalu terdapat aliran-aliran yang melawan gereja. Pada bab 4 pemaparan penulis tentang penilaian terhadap Islam dalam sejarah teologi Kristen. Pemaparan penulis ini cukup memberi gambaran tentang pandangan-pandangan dan penilaian para teolog Kristen terhadap agama Islam.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dan disimak oleh orang-orang Kristen di Indonesia sekarang ini berkaitan dengan pendekatan umat Kristen terhadap Islam. Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk pendekatan umat Kristen kepada umat Islam adalah adanya persamaan-persmaan antara kedua agama tersebut.

Persamaan-persamaan ini perlu diperhatikan karena dapat dimanfaatkan sebagai pendekatan untuk berdialog dengan orang-orang Islam. Sebelum ia meninggal, ia pun dipaksa untuk meniggalkan wasiat dan menyerahkan kedaulatan Ambon kepada orang yang telah membaptisnya, Jordao de Freias, pada tahun M. Betapa direndahkannya martabat suatu bangsa yang terjajah bangsa lain.

Rusaklah nilai perniagaan secara damai. Kekayaan bangsa dirampok penjajah. Kemerdekaan beragama pun hilang dan menjadi tertindas. Akibatnya, pecahlah gerakan perlawanan bersenjata terhadap imperialisme Barat. Dalam penulisan sejarah disebutnya sebagai gerakan nasionalisme. Adapun imperialisme Barat pada abad ke M di Nusantara adalah Kerajaan Katolik Portugis dan Spanyol, sedangkan pelaku gerakan nasionalis anti imperialis adalah umat Islam. Kala itu, Belanda yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, pernah menjadi perantara perniagaannya bangsa Portugal untuk dipasarkan ke Eropa Utara, namun sebaliknya, Katolik dari bangsa Spanyol justru memeranginya dan mempertahankan Belanda sebagai wilayah jajahannya.

Pada masa pemerintahan VOC, orang-orang Katolik telah dipaksa untuk menjadi seorang Protestan, karena pada masa itu telah berlaku siapa punya negara, maka dia punya agama.

Karena adanya alasan keamanan, maka pihak pemerintah kolonial melakukan pembatasan terhadap lembaga-lembaga yang akan melakukan penginjilan, 12 Ibid. Van Den End, op. Pada tahun , terdapat tiga orang dari lembaga pekabaran Injil Belanda yang datang ke Indonesia, mereka diutus ke Indonesia melalui London Missionary Genootschap, dan salah seorang dari mereka, Gottlob Bruckner, bekerja di Semarang dan menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jawa.

Kebanyakan lembaga-lembaga dan tokoh-tokoh pekabaran Injil berlatar belakang Pietisme, yakni aliran Kekristenan yang timbul dalam gereja-gereja di Eropa pada akhir abad ke dan menjadi pendorong utama kebangkitan dalam melakukan pekabaran Injil di abad-abad berikutnya. VOC bersikap demikian, karena para penginjil tersebut adalah orang-orang bebas, yang tidak terikat atau takluk pada kekuasaan negara, baik di Eropa maupun di wilayah jajahan.

Meskipun pada dasarnya pemerintah Belanda bersikap netral terhadap agama, sesuai dengan semangat pencerahan Aufklarung yang muncul dan berkembang di Eropa sejak abad ke Namun nyatanya, Raja Belanda yang bernama Willem I, merasa berhak dalam mewujudkan satu gereja Protestan yang tunduk di bawah kekuasaan negara, yang sekaligus menghapuskan segala pertikaian antar gereja-gereja, yang implikasi tersebut pada akhirnya diwujudkan di tahun dengan dibentuknya Persekutuan Gereja- gereja di Indonesia PGI , yang di dalamnya terdapat jemaat asuhan dari peninggalan VOC, yang mencakup pula Kristen yang beraliran Lutheran maupun aliran-aliran Kristen lainnya yang sejak semula sudah ada di Indonesia.

Di jajahan VOC, di Indonesia hanya diizinkan ibadah secara Gereformeerd, dan mulai tahun , aliran Kristen Lutheran di Batavia mendapatkan izin untuk membangun gedung gereja dan diperbolehkannya mengadakan pertemuan ibadah. Namun kondisi demikian, tidaklah dirasakan oleh Kristen Katolik dalam mendapatkan kebebasan dalam beribadah, yang ada justru malah mendapatkan pengawasan secara ketat dari VOC.



0コメント

  • 1000 / 1000